Header Ads

Leo Kristi menghembuskan nafas Terakhir, Indonesia berduka

Leo Imam Sukarno atau lebih dikenal dengan nama Leo Kristi (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 8 Agustus 1949; umur 67 tahun) adalah musisi pengelana yang amat menikmati karier musiknya di jalanan. Rekan-rekannya (sudah almarhum) seperti Gombloh atau Franky
Sahilatua memilih untuk “mendarat” di satu tempat, meski secara karya, rekan - rekannya itu tetap bersuara lantang tentang alam, cinta atau sosial1. Ikut mendirikan satu grup musik beraliran rock progresif bernama Lemon Trees bersama Gombloh dan Franky, Leo Kristi merasa menemukan “pengembaraan” musikalnya lewat perjalanan panjang menjelajah Nusantara. Setelah memisahkan diri dari Lemon Tree's, Leo Kristi lebih suka tampil dalam konser dengan memakai jubah hitam di atas panggung.

Balada adalah ciri khas dari hampir seluruh musik yang diciptakannya.

Leo memasuki dunia Sekolah Dasar pada tahun 1961 di SD Kristen Surabaya. Setelah itu ia memasuki Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 1964. Pada masa ini Leo juga masuk ke Kursus Musik Dasar oleh Syam Kamaruzaman. Sekolah dilanjutkan di SMA Negeri 1 Surabaya pada tahun 1967. Ia sempat berkuliah di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Institut Teknologi Sepuluh Nopember di Surabaya pada tahun 1971. Ia tidak menyelesaikan kuliahnya dan mulai berdagang daster, namun di sinilah ia bertemu Gombloh dan mengawali karier sebagai pemusik keliling (trubadur).

Musik adalah dunia yang dikenalnya sejak kecil. Leo kecil menyimak setiap irama yang dimainkan tiap subuh oleh ayahnya, Raden Ngabei Iman Soebiantoro, seorang pensiunan pegawai negeri yang juga merupakan seorang musisi. Sejak kecil, Leo Kristi aktif dalam kegiatan menyanyi di gereja, bagian dari kegiatan sekolah dasarnya, meskipun ia sendiri muslim. Leo waktu itu sekolah di SD Kristen, Surabaya pada tahun 1961. Ia berkata bahwa musik baginya sahabat, menyambut nyanyian sebagai kecintaan.

Di SMP pula ia mendapat sebuah gitar dari ayahnya. Lalu, ia masuk kursus Tony Kerdijk, Direktur Sekolah Musik Rakyat di Surabaya. Untuk menyanyi ia belajar pada Nuri Hidayat dan John Garang. Ia juga pernah kursus gitar pada Poei Sing Gwan dan Tan Ek Tjoan. Dua gitaris yang diakuinya cukup memberi pengaruh pada musiknya. Di SMAN 1 Surabaya, ia tidak lepas dari kewajiban berbaris dan ikut menyanyikan lagu-lagu perjuangan di bawah Tugu Pahlawan.

Ia juga bergabung dalam band sekolah beraliran rock n' roll bernama "Batara" yang beranggotakan teman-temannya dari SMA: Ratno, Karim, Soen Ing, John Kotelawala, Andre Muntu, dan Harry Darsono (kini menjadi desainer nasional). Mereka kerap kali mereka menyanyikan lagu-lagu milik The Beatles dan namanya cukup terkenal di kawasan lokalisasi Surabaya.

Di kalangan wartawan, Leo adalah sosok yang sulit dicari, namun bisa tiba-tiba muncul dan menggelar konser. Sebelum dikenal sebagai musisi, pria yang logat jawa timurannya masih sangat kental ini pernah menjadi penjual buku Groliers American Books dan karyawan pabrik cat Texmura. Leo juga pernah menjadi penyanyi di restoran "China Oriental" dan "Chez Rose" (1974-1975) dan menyanyi di LIA dan Goethe Institut Surabaya.

Konser Rakyat Leo Kristi Sunting

Musik Leo lahir dalam grup yang ia beri nama "Konser Rakyat Leo Kristi" (KRLK) bersama Naniel Yakin, Mung Sriwiyana, serta kakak beradik Lita Jonathans dan Jilly Jonathans, sampai labumnya yang ketiga. Di album keempat (Nyanyian Cinta), Lita dan Jilly Jonathans digantikan oleh Titi Sutopo / Titi Ajeng/ Titi Manyar, dan tetap didukung Naniel dan Mung. Di album ke-5 Yayu masuk formasi, selain Titi, Mung, dan Naniel, namun nama Yayu tidak ada lagi pada album ke-6 (Lintasan Hijau Hitam).

Album ke-8 KRLK yang merupakan aransemen baru dari sejumlah lagu sebelumnya, dikerjakannya bersama Titi Manyar, kakak beradik Yana dan Nona Vanderkley, Mung Sriwiyana, Ote Teguh Abadi, Markis Alkatiri dan Wahab, serta beberapa pendukung lainnya. Album ke-9 (Diapenta Anak Merdeka) yang dikerjakannya di Bali dan memakan waktu lama melibatkan Cecilia Mars, Jimmy Sila’a pada keyboards, drums programming, effect, electric bass, cakra; Boge pada keyboards, drums programming, classic gitar. Dore pada keyboards, drums programming “Dayu Jiwa”; Sinyo electric guitar “Bra bra Desember”; Kennedy Gobel: Guitar Hawai “Nafas Anak Merdeka”; Tjok Bagoes (Habil) Suparba: Keyboards; Komang Jayanegara: Cakra, Suara Burung, dan Slamet R. Musik KRL menyenandungkan balada, semangat cinta bangsa, dan kisah-kisah rakyat yang lebih banyak dalam irama folk, country, dan didukung dengan lirik-lirik yang puitis.

Hampir tak pernah absen dalam beberapa kali pementasan memperingati Hari Kemerdekaan 17 Agustus di Taman Ismail Marzuki Jakarta. Album KRLK yang sekarang menjadi barang langka adalah Nyanyian Fajar (1975), Nyanyian Malam (1976), Nyanyian Tanah Merdeka (1977), Nyanyian Cinta (1978), Nyanyian Tambur Jalan (1980), Lintasan Hijau Hitam (1984), Biru Emas Bintang Tani (1985) yang gagal beredar, Deretan Rel Rel Salam Dari Desa (1985, aransemen baru), (Diapenta) Anak Merdeka (1991), Catur Paramita (1993) dan Tembang Lestari (1995, direkam pada CD terbatas), Warm, Fresh and Healthy (17 Desember 2010), dan terakhir album Hitam Putih Orche (2015). Bagi Leo, rekaman konon lebih merupakan paket dokumentasi perkembangan musiknya.

Kegembiraan yang dihadirkan oleh Leo Kristi dengan gitar bolong di pangkuannya memang melenakan, sekaligus mengharukan. Musikus balada lainnya seperti Franky Sahilatua, Iwan Fals, dan Doel Sumbang telah dengan sadar berdamai dengan pasar sehingga secara finansial lebih dari berkecukupan. Leo Kristi tetap setia di jalur musinya, menggelandang dan bersentuhan langsung dengan kehidupan rakyat jelata dalam proses kreatif penciptaannya. Maka, dengan lagu balada yang sarat dengan lirik patriotisme dan cinta, ia tetap menggelorakan semangat juang.

Leo Kristi dengan Konser Rakyat-nya, ternyata mempunyai penggemar, yang nyaris men-tradisi (selain seumuran dengan Leo juga terus mengikuti dengan aktif berkontribusi hingga kini), yang tergabung dalam sebuah komunitas dengan nama LKers (Komunitas Pecinta Musik Konser Rakyat Leo Kristi). LKers dibuat oleh dan untuk penikmat karya legendaris pemusik troubadour Leo Kristi yang terekam dalam sejumlah album Konser Rakyat Leo Kristi (KRLK).
Diberdayakan oleh Blogger.